Istilah jiwa korsa Akhir-akhir ini kembali muncul dan menjadi perbincangan hangat di media Setelah lama
terpendam dan tak terungkapkan apa itu jiwa korsa sebenarnya, mulai banyak orang yang mulai penasaran pingin tau dengan
pengertian jiwa korsa tersebut. Nah, bagi rekan rekan sahabat sahabat dan semua yang ada ,
berikut Blogger saya dalam dunia informasi Jiwa Korsa saya
sajikan pengertian apa itu jiwa korsa berdasarkan kesimpulan dari beberapa
sumber.
Jiwa korsa dapat diartikan
sebagai rasa hormat, kesetiaan, kesadaran, dan semangat kebersamaan terhadap
sesuatu, yang sering ditunjukan kepada negara, korps, atau perkumpulan. Jiwa
korsa ini juga dapat diartikan rasa senasib sepenanggungan, perasaan solidaritas,
semangat persatuan dan kesatuan terhadap suatu korps sehingga faktor-faktor
jiwa korsa ini meliputi rasa hormat, kesetiaan, kesadaran, dan tidak
mementingkan diri sendiri maupun golongan
Dalam jiwa korsa terkandung
inisiatif, tanggung jawab, loyalitas, dan dedikasi untuk suatu hal
yang mulia, seperti halnya dalam mempertahankan
negara, prinsip yang benar, maupun hal-hal lain yang bersifat kebajikan dan
kebaikan menolong dengan tetap mengedepankan rasa kebersamaandan kewajaran,
serta tidak menjurus ke chauvinisme atau fanatisme berlebihan terhadap sesuatu
sehingga tidak bisa membedakan baik-buruk tapi kita harus melihat sisi
kebersamaan demi kebaikan
Mengutip dan mengacu pada
Staplekamps jr. Le luit derat dalam tulisan berjudul corps geest (demilitaire
spectator, 1952) mengemukakan bahwa pengertian jiwa korsa terdiri dari faktor –
faktor :
§ Rasa hormat, rasa hormat pribadi dan rasa hormat pada
organisasi/korps.
§ Setia. setia kepada sumpah, janji dan tradisi kesatuan serta
kawan – kawan satu korps.
§ Kesadaran. Terutama kesadaran bersama, bangga untuk menjadi
anggota korps.
Dengan demikian, jiwa korsa
bukan hanya penting dikalangan militer namun juga semua lingkungan, termasuk di
diorganisasi karena jiwa korsa yang baik akan menciptakan disiplin ketertiban,
moril dan motifasi. Dalam organisasi, pemupukan jiwa korsa diharapkan akan
meningkatkan ketrampilan profesi masing-masing anggota sehingga mereka merasa
malu apabila tidak mampu melaksanakan peran dan ketugasannya dengan baik.
Sementara untuk memupuk jiwa korsa tersebut, upaya dapat dilakukan dari dalam
maupun dari luar kesatuan sendiri, namun prosesnya perlu ditumbuhkan melalui
pendidikan, kegiatan latihan, penyuluhan dan efektifnya komunikasi.
Itulah sekilas tentang pengertian
apa itu jiwa korsa. Jadi, sobat dapat
menyimpulkan sendiri ketika terdapat istilah jiwa korsa dalam suatu fenomena
yang masih menjadi kontroversi. Semoga bermanfaat. Salam.
Istilah esprit de corps sendiri di perkenalkan oleh Naopoleon
Bonaparte dalam sebuah perang, dimana dia menekankan bahwa dalam sebuah pasukan
harus ada rasa yang kuat untuk saling membantu, melindungi, menjaga, dan
membela kehormatan sesama anngota pasukan. Mereka ibarat satu tubuh, jika satu
bagian tubuh terluka maka yang lain akan merasakan.
Dalam konteks perang seperti halnya yang dilakukan untuk memotivasi pasukan yang dilakukan oleh napoleon bonaparte tersebut, tentu saja jiwa korsa sangat tepat dan bahkan wajib untuk di aplikasikan. Hal ini untuk mengobarkan semangat kebersamaan dan saling melindungi antar sesama pasukan demi memenangkan pertempuran. Namun ketika jiwa korsa diterapkan diluar konteks perang, apalagi berkaitan dengan aksi pelanggaran hukum apakah jiwa korsa bisa diterima? Tentu kita semua setuju bahwa hal tersebut tidak bisa dibenarkan. Walaupun sebagian masyarakat mendukung langkah tegas oknum Kopassus tersebut sebagai aksi ‘membasmi preman’, namun hal ini juga tidak bisa diterima dalam konteks negara hukum. Bagaimanapun hukum harus dijadikan panglima dalam penyelesaian suatu masalah. Jangan jadikan jiwa korsa alasan untuk sebuah pelanggaran hukum.
Dalam konteks perang seperti halnya yang dilakukan untuk memotivasi pasukan yang dilakukan oleh napoleon bonaparte tersebut, tentu saja jiwa korsa sangat tepat dan bahkan wajib untuk di aplikasikan. Hal ini untuk mengobarkan semangat kebersamaan dan saling melindungi antar sesama pasukan demi memenangkan pertempuran. Namun ketika jiwa korsa diterapkan diluar konteks perang, apalagi berkaitan dengan aksi pelanggaran hukum apakah jiwa korsa bisa diterima? Tentu kita semua setuju bahwa hal tersebut tidak bisa dibenarkan. Walaupun sebagian masyarakat mendukung langkah tegas oknum Kopassus tersebut sebagai aksi ‘membasmi preman’, namun hal ini juga tidak bisa diterima dalam konteks negara hukum. Bagaimanapun hukum harus dijadikan panglima dalam penyelesaian suatu masalah. Jangan jadikan jiwa korsa alasan untuk sebuah pelanggaran hukum.
Jiwa
korsa atau rasa kebersamaan sebagai tim serta disiplin sebaga
Sosok birokrat –ataupun SDM aparatur (pegawai negeri) pada
umumnya- haruslah profesional sekaligus taat hukum, netral, rasional,
demokratik, inovatif, mandiri, memiliki integritas yang tinggi serta menjunjung
tinggi etika administrasi publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Peningkatan profesionalisme aparatur harus ditunjang dengan integritas yang tinggi,
dengan mengupayakan terlembagakannya karakteristik sebagai berikut:
a.
mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perjuangan mencapai
cita-cita dan tujuan bernegara,
b.
memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dalam mengemban tugas
pengelolaan pelayanan dan kebijakan publik,
c.
berkemampuan melaksanakan tugas dengan terampil, kreatif dan
inovatif,
d.
taat asas, dan disiplin dalam bekerja berdasarkan sifat dan
etika profesional,
e.
memiliiki daya tanggap dan sikap bertanggung gugat
(akuntabilitas),
f.
memiliki jati diri sebagai abdi negara dan abdi masyarakat,
serta bangga terhadap profesinya sebagai pegawai negeri,
g.
memiliki derajat otonomi yang penuh rasa tanggung jawab dalam
membuat dan melaksanakan berbagai keputusan sesuai kewenangan, dan,
h.
memaksimalkan efisiensi, kualitas, dan produktivitas.
Selain itu perlu pula
diperhatikan reward system yang kondusi baik dalam bentuk gaji maupun
perkembangan karier yang didasarkan atas sistem merit; serta finalty
system yang
bersifat preventif dan repressif. Mengantisipasi tantangan global, pembinaan
sumber daya manusia aparatur negara juga perlu mengacu pada standar kompetensi
internasional (world class).
Lalu bagaimana Jiwa Korsa
terbentuk begitu kuat?
Sejarawan militer Amerika Joseph S. Rouchek (1935: 164-174) dalam esai berjudul: Social Attitudes of the Soldier in War Time, menyatakan faktor utama yang membedakan warga sipil dengan kombatan, seperti anggota militer terletak pada faktor hilangnya semua kepribadian dan individualisme.
"Saat seorang sipil menjadi militer, maka rasa nyaman berada di ruang pribadi mesti lenyap. Mereka harus menghilangkan inisiatif, sikap mematut diri, dan bekerja sama dengan rekan seperjuangan."
Sementara Willard Waller (1899-1945) dalam bukunya berjudul Willard W. Waller On The Family, Education, and War mengatakan, militer terbiasa memiliki budaya yang berbeda dari golongan masyarakat lain. Mereka memiliki tradisi sendiri yang dibentuk melalui latihan-latihan khusus.
Perwujudan dari budaya itu terbawa dalam diri seorang militer selama dia hidup sampai mati. Hal itu terwakili mulai dari lagu-lagu, rumor, mitos, sampai bahasa-bahasa slank khas tentara.
Menurut dia, jiwa korsa seorang tentara modern tidak hanya mengandalkan patriotisme. Berkaca pada pengalaman Legiun Caesar zaman Romawi dulu, seorang prajurit harus memiliki kepercayaan kuat pada rekan, dan jiwa korsa ini terbukti lebih mudah muncul dibanding semangat tempur.
Sementara itu Ralph Linton, Antropolog Amerika menyebut situasi tersebut sebagai asimilasi. Saat seseorang menjadi seorang personil militer, secara otomatis dia menceburkan diri dan beradaptasi dengan prinsip-prinsip hidup yang sangat kental dengan nuansa militer.
Salah satu penanda bahwa sistem sosial khas tentara ini sukses adalah ketika personil militer dapat menunjukkan esprit de corps, alias solidaritas korps.
Parameter buat mengukur sikap korsa dalam dunia militer tidak cukup hanya mengandalkan kemampuan tempur. Tentara tidak boleh sekadar terampil, tapi dia juga harus memiliki kebanggaan tergabung dalam sebuah kesatuan.
Lalu apakah dengan alasan solidaritas jiwa korsa tentara boleh melakukan penyerangan seperti itu?
JIWA KORSA diperkenalkan oleh ahli perang ulung asal Perancis Napoleon Bonaparte
Kamus Bahasa Inggris, Merriam Webster, definisi ESPRIT DE CORPS adalah rasa kebersamaan yang dimiliki setiap satuan anggota kelompok dan dalam diri sendiri dalam mengobarkan rasa semangat yang kuat, kesetiaan, serta bakti yang tulus demi kehormatan dan kekompakan kelompok menjadikan rasa ikut memiliki dan ikut merasa tanggung jawab satu rasa dan satu penangguan senasib dalam permasalahan yang dihadapi
Jiwa korsa di artikan
sebagai rasa senasib sepenanggungan, perasaan solidaritas, semangat kesatuan
(corps), kesadaran kolektif dsb.
Dan salah satunya
terdapat di dalam suatu gerakan
Jiwa Korsa berarti
1.Rasa Hormat
2.Kesetiaan
3.Kesadaran
4.Tidak Mementingkan diri sendiri
Didalam jiwa korsa terkandung loyalitas, tanggung jawab,
terbuka, memiliki dedikasi dll. Jiwa Korsa yang kuat tidak mudah padam selama
di korps
Sejarawan militer Amerika Joseph S. Rouchek (1935: 164-174) dalam esai berjudul: Social Attitudes of the Soldier in War Time, menyatakan faktor utama yang membedakan warga sipil dengan kombatan, seperti anggota militer terletak pada faktor hilangnya semua kepribadian dan individualisme.
"Saat seorang sipil menjadi militer, maka rasa nyaman berada di ruang pribadi mesti lenyap. Mereka harus menghilangkan inisiatif, sikap mematut diri, dan bekerja sama dengan rekan seperjuangan."
Sementara Willard Waller (1899-1945) dalam bukunya berjudul Willard W. Waller On The Family, Education, and War mengatakan, militer terbiasa memiliki budaya yang berbeda dari golongan masyarakat lain. Mereka memiliki tradisi sendiri yang dibentuk melalui latihan-latihan khusus.
Perwujudan dari budaya itu terbawa dalam diri seorang militer selama dia hidup sampai mati. Hal itu terwakili mulai dari lagu-lagu, rumor, mitos, sampai bahasa-bahasa slank khas tentara.
Menurut dia, jiwa korsa seorang tentara modern tidak hanya mengandalkan patriotisme. Berkaca pada pengalaman Legiun Caesar zaman Romawi dulu, seorang prajurit harus memiliki kepercayaan kuat pada rekan, dan jiwa korsa ini terbukti lebih mudah muncul dibanding semangat tempur.
Sementara itu Ralph Linton, Antropolog Amerika menyebut situasi tersebut sebagai asimilasi. Saat seseorang menjadi seorang personil militer, secara otomatis dia menceburkan diri dan beradaptasi dengan prinsip-prinsip hidup yang sangat kental dengan nuansa militer.
Salah satu penanda bahwa sistem sosial khas tentara ini sukses adalah ketika personil militer dapat menunjukkan esprit de corps, alias solidaritas korps.
Parameter buat mengukur sikap korsa dalam dunia militer tidak cukup hanya mengandalkan kemampuan tempur. Tentara tidak boleh sekadar terampil, tapi dia juga harus memiliki kebanggaan tergabung dalam sebuah kesatuan.
Lalu apakah dengan alasan solidaritas jiwa korsa tentara boleh melakukan penyerangan seperti itu?
JIWA KORSA diperkenalkan oleh ahli perang ulung asal Perancis Napoleon Bonaparte
Kamus Bahasa Inggris, Merriam Webster, definisi ESPRIT DE CORPS adalah rasa kebersamaan yang dimiliki setiap satuan anggota kelompok dan dalam diri sendiri dalam mengobarkan rasa semangat yang kuat, kesetiaan, serta bakti yang tulus demi kehormatan dan kekompakan kelompok menjadikan rasa ikut memiliki dan ikut merasa tanggung jawab satu rasa dan satu penangguan senasib dalam permasalahan yang dihadapi
KIta semua pasti masih ingat mengenang waktu kecil kita
bermain main apa saja dengan kawan kecil kita sebenarnya tanpa kita sadari
penanaman rasa kebersamaan sudah dari kecil kita sudah ada rasa jiwa
kebersamaan semua itu tanpa kita sadari bersama mungkin cara anak anak dulu dan
anak anak sekarang berbeda cara kebersamaan bermain seperti kita dulu,kita
masih kecil sudah ada rasa jiwa korsa bersama kesempatan bermain banyak peluang
tempat untuk bermain dengan kawan kawan lain tidak memandang suku dan agama dan
dari manapun mereka berada dalam lingkungan bermain itu sudah menunjukan tidak
ada campur baurnya berpolitik orang lain dan saling menyudutkan seseorang kita
semua tidak mengenal apa itu prestasi dan kebangggan kelompok tapi sekarang
coba kita lihat perbuatan anak anak sekarang bermain membuat gang gang untuk
kejahatan contohnya gang motor waktu kecil kita cukup dengan riang gembira
bersama bermain tidak melakukan pelanggaran hukum ketahuilah apa yang terjadi
sekarang kita sudah dewasa dan mempunyai pikiran pasti berbeda cara sudut
pandang pikiran kita berubah mengamil
tindakan tindakan atau keputusan semaunya tanpa peduli kawan lagi hanya
mementingkan pribadi dan kelompoknya mempertahankan hidup dan tidak ada saling
membina dan percaya diri lagi kita semua
ingin mempunyai integritas pribadi yang baik dan saling mengenal dan membina
satu sama lain untuk kebersamaan dalam kebaikan dan mendorong setiap orang
berbuat baik pada sesamanya dan tidak mengenal dari suku dan agama manapun bila
kita mengingat kita kecil bermain main pasti sama kita bermain bersama sama
Jiwa korsa sangatlah penting dan perlu dipelihara, namun harus secara wajar,
tidak berlebihan, dan tidak dalam arti sempit. Dalam jiwa korsa harus
diwaspadai bibit-bibit menyudutkan agama- sosial budaya yang merupakan
kebencian maka kecintaan atau
solidaritas yang proporsional. Pedoman
yang perlu dimainkan atara lain“BERIKAN SEMUA YANG BISA KAU BERIKAN “ dan bukan
“ DAPATKAN SEMUA YANG BISA KAU DAPAT “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar